Sejarah
Zaman prasejarah
Stonehenge, sebuah monumen Neolitikum.
Bukti awal yang berkenaan dengan keberadaan manusia di wilayah yang saat ini dikenal sebagai Inggris diperkirakan dihuni oleh
Homo antecessor
sekitar 780.000 tahun yang lalu. Kerangka proto-manusia tertua
ditemukan di Inggris dan diduga berasal dari 500.000 tahun yang lalu. Manusia modern diketahui telah menghuni wilayah Inggris pada periode Paleolitikum Atas, meskipun pemukiman permanen baru terbentuk dalam 6000 tahun terakhir. Setelah akhir periode zaman es, hanya mamalia besar seperti mammoth, bison
dan badak purba yang menghuni wilayah ini. Kira-kira 11.000 tahun yang
lalu, ketika lapisan es mulai surut, manusia kembali menghuni Inggris.
Penelitian genetik menunjukkan bahwa mereka datang dari bagian utara Semenanjung Iberia. Saat permukaan laut lebih rendah dari sekarang ini, Pulau Britania bersatu dengan Pulau Irlandia dan Eurasia.
Namun saat permukaan laut naik, Britania terpisah dari Irlandia 10.000
tahun yang lalu, dan selanjutnya juga terpisah dari Eurasia dua milenium
kemudian.
Kebudayaan Beaker memasuki Britania kira-kira tahun 2500 SM. Kebudayaan ini memperkenalkan perkakas makanan dan minuman yang terbuat dari tanah liat dan tembaga.
Periode ini juga merupakan periode dibangunnya monumen Neolitikum seperti Stonehenge dan Avebury. Dengan teknik pemanasan timah dan tembaga yang ketersediaannya melimpah di wilayah itu, orang-orang Beaker ini mulai membuat perunggu, dan kemudian memproduksi besi dari bijih besi. Berkembangnya teknik peleburan besi menyebabkan pembuatan mesin bajak, dan pada akhirnya menghasilkan pertanian yang lebih maju serta produksi senjata yang lebih efektif.
Menurut John T. Koch
dan sejarawan lainnya, Inggris pada periode Zaman Perunggu Akhir adalah
bagian dari kebudayaan jaringan perdagangan maritim yang disebut
sebagai Zaman Perunggu Atlantik yang mencakup seluruh Kepulauan Britania dan sebagian besar wilayah-wilayah yang saat ini dikenal dengan nama Perancis dan Iberia. Bahasa Keltik juga berkembang di wilayah-wilayah tersebut.
Boudica memimpin pemberontakan melawan Kekaisaran Romawi.
Selama periode Zaman Besi, budaya Keltik, yang berasal dari budaya Hallstatt dan budaya La Tène, tiba dari Eropa Tengah. Britonik adalah bahasa lisan yang digunakan pada masa itu. Masyarakat menetap secara kesukuan. Menurut Ptolemy dalam manuskrip
Geographia,
terdapat kurang lebih 20 suku berbeda yang menetap di wilayah tersebut.
Namun, suku-suku yang terbentuk sebelum itu tidak diketahui karena
orang-orang Britonik ini buta huruf. Seperti wilayah lainnya yang berada
di batas Kekaisaran, Britania telah lama menjalin hubungan perdagangan
dengan bangsa Romawi. Julius Caesar dari Republik Romawi
berusaha untuk menyerang Pulau Britania dua kali pada tahun 55 SM,
namun sebagian besar tidak berhasil. Pada akhirnya Caesar berhasil
mendirikan kerajaan klien di Trinovantes.
Romawi menginvasi Britania pada tahun 43 M pada masa pemerintahan Kaisar Claudius, dan wilayah itu selanjutnya dimasukkan ke dalam Kekaisaran Romawi dengan nama Provinsi Britania. Suku-suku lokal yang berusaha melawan di antaranya adalah suku Catuvellauni yang dipimpin oleh Caratacus. Kemudian, pemberontakan yang dipimpin oleh Boudica, Ratu Iceni, yang berakhir dengan aksi bunuh diri Boudica menyusul kekalahannya dalam Pertempuran Watling Street. Selama periode ini, terjadi dominasi dari kebudayaan Yunani-Romawi dengan diperkenalkannya hukum Romawi, arsitektur Romawi, sistem pembuangan, alat-alat pertanian, dan sutra. Pada abad ke-3, Kaisar Septimius Severus meninggal dunia di Eboracum, dan Konstantinus kemudian memproklamasikan kekaisarannya atas wilayah Britania.
Ada perdebatan mengenai kapan agama Kristen
pertama kali diperkenalkan, diperkirakan waktunya selambat-lambatnya
pada abad ke-4, namun ada juga pendapat yang menyatakan bahwa agama
Kristen telah masuk ke Britania lebih awal. Menurut Beda, misionaris dikirim dari Roma oleh Paus Eleutherius atas permintaan raja Lucius dari Britania pada tahun 180.
Pada tahun 410, kekuasaan Romawi di Britania mulai menurun, tentara
Romawi yang ada di Britania ditarik kembali untuk mempertahankan
perbatasan di benua Eropa dan ikut serta dalam perang sipil.
Zaman pertengahan
Helm seremonial Anglo Saxon dari abad ke-7 yang ditemukan di Sutton Hoo.
Penarikan tentara Romawi membuat Inggris terbuka atas serangan dari
suku-suku pagan dan tentara pelaut yang berasal dari barat daya Eropa,
terutama suku Angles, Saxon, dan Jute, yang sudah lama menduduki pesisir
timur Britania dan selanjutnya mulai membangun pemukiman.
Pengaruh mereka tetap bertahan selama berdekade-dekade lamanya hingga suku Briton berhasil memenangkan Pertempuran Gunung Badon.
Setelah itu, Britania kembali jatuh ke tangan Briton pada akhir abad
ke-6. Agama Kristen turut menghilang seiring jatuhnya Romawi, namun
diperkenalkan kembali oleh para misionaris dari Romawi yang dipimpin oleh Agustinus sejak tahun 597 dan seterusnya, serta oleh misionaris Irlandia bernama Aidan pada periode yang sama.
Selama periode ini, Britania diperintah oleh para pendatang yang
kemudian juga terpecah menjadi beberapa suku, namun pada abad ke-7,
suku-suku ini bergabung menjadi beberapa kerajaan seperti Northumbria, Mercia, Wessex, Anglia Timur, Essex, Kent, dan Sussex. Dalam beberapa abad kemudian, proses konsolidasi politik terus berlanjut.
Pada abad ke-7, terjadi perebutan hegemoni antara Northumbria dan
Mercia, perselisihan ini diakhiri dengan kemenangan Mercia pada abad
ke-8.
Pada abad ke-9, kejayaan Mercia digantikan oleh kebangkitan Wessex.
Pada abad itu juga terjadi peningkatan serangan-serangan yang
dilancarkan oleh Denmark,
yang kemudian berhasil menaklukkan Inggris bagian utara dan timur serta
menggulingkan pemerintahan Northumbria, Mercia, dan Anglia Timur.
Wessex, di bawah pemerintahan Alfred yang Agung,
tersisa sebagai satu-satunya kerajaan Inggris yang masih berdiri.
Setelah Alfred wafat, Wessex terus berkembang dan diperluas lagi dengan
menaklukkan Kerajaan Danelaw.
Perkembangan Wessex ini membuat kesempatan untuk menyatukan Inggris
secara politik semakin besar. Penyatuan ini pada akhirnya berhasil
dilakukan oleh Athelstan pada tahun 953 setelah berdamai dengan Eadred. Gelombang serangan baru dari bangsa Skandinavia pada akhir abad ke-10 berakhir dengan ditaklukkannya kerajaan bersatu ini oleh Sweyn Forkbeard pada tahun 1013 dan kemudian oleh putranya, Knut, pada tahun 1016. Penaklukan ini membuat Inggris memasuki periode singkat sebagai bagian dari imperium Laut Utara yang juga terdiri dari Denmark dan Norwegia. Namun, pada tahun 1042, Edward sang Pengaku berhasil merebut kembali tanah Inggris.
Raja Henry V pada Pertempuran Agincourt, yang berakhir dengan kemenangan Inggris atas Perancis dalam Perang Seratus Tahun.
Setelah pemerintahan Edward, pasukan Normandia, di bawah pimpinan William sang Penakluk, berhasil menaklukkan Inggris pada tahun 1066. Bangsa Normandia ini sendiri berasal dari Skandinavia dan telah menetap di Norman (Perancis Utara) pada akhir abad ke-9 dan awal abad ke-10.
Penaklukan ini menyebabkan jatuhnya periode budaya berbahasa Inggris
dan digantikan oleh aristokrasi baru yang berbahasa Perancis. Perubahan
ini pada akhirnya memiliki efek yang mendalam dan permanen terhadap
perkembangan bahasa Inggris kedepannya.
Wangsa Plantagenet dari Anjou mewarisi takhta Inggris, dengan Henry II
yang menjabat sebagai Raja Inggris. Pada periode ini, Inggris berhasil
memperluas kerajaannya hingga ke Perancis dan juga mewarisi takhta dari
Kerajaan Perancis, termasuk Aquitaine.
Inggris memerintah Perancis selama tiga abad lamanya, di bawah pemerintahan raja-raja seperti: Richard I, Edward I, Edward III dan Henry V.
Pada periode ini juga terjadi perubahan besar dalam bidang perdagangan dan undang-undang, termasuk pengesahan
Magna Carta,
yang merupakan piagam hukum Inggris yang digunakan untuk membatasi
kekuasaan raja berdasarkan hukum dan juga melindungi hak-hak penduduk
merdeka. Monastisisme Katolik juga berkembang pada periode ini, yang menghasilkan filsuf-filsuf serta dibangunnya universitas-universitas seperti Universitas Oxford dan Cambridge oleh patronase kerajaan. Kerajaan Wales diambil alih oleh Plantagenet pada abad ke-13, sedangkan Ketuanan Irlandia dihadiahkan kepada monarki Inggris oleh Paus.
Selama abad ke-14, Plantagenet dan Wangsa Valois dari Perancis sama-sama mengklaim sebagai pewaris sah atas Wangsa Kapet, yang menyebabkan kedua negara tersebut terlibat konflik yang berkelanjutan dalam Perang Seratus Tahun. Musibah Kematian Hitam yang melanda Inggris pada tahun 1348 menewaskan kurang lebih setengah dari total populasi Inggris pada saat itu. Dari tahun 1453-1487, perang saudara antara dua wangsa keluarga kerajaan terjadi (Wangsa York dan Wangsa Lancaster). Perang ini dikenal dengan sebutan Perang Mawar,
yang berakhir dengan kekalahan York dan harus merelakan takhta jatuh ke tangan Wangsa Tudor dari Wales, yaitu penerus Lancaster. Tudor, yang dipimpin oleh Henry Tudor, menginvasi Inggris bersama tentara-tentara Breton dan Wales. Tentara ini berhasil memperoleh kemenangan dalam Pertempuran Bosworth dengan tewasnya raja York terakhir; Richard III.
Zaman modern awal
Raja Henry VIII menjadi Kepala Tertinggi Gereja Inggris.
Selama periode Tudor, Renaisans mencapai Inggris melalui budaya Italia, yang memperkenalkan kembali seni serta debat pendidikan dan ilmiah dari zaman klasik.
Selama periode ini, Inggris mulai mengembangkan keterampilan angkatan laut, dan penjelajahan lautan untuk membangun koloni.
Henry VIII memisahkan diri dari persekutuan dengan Gereja Katolik, ia kemudian mengesahkan Undang-Undang Supremasi pada tahun 1534 yang menyatakan bahwa raja adalah kepala dari Gereja Inggris.
Berbeda dengan sebagian besar Protestanisme Eropa lainnya, akar dari
pemisahan Inggris dari Gereja Katolik ini lebih ke arah politis
ketimbang alasan teologis.
Henry juga secara hukum menggabungkan negeri leluhurnya, Wales, menjadi
bagian dari Kerajaan Inggris dengan mengesahkan Undang-Undang Wales
1535-1542. Ada beberapa konflik agama internal yang terjadi selama masa
pemerintahan putri Henry, Mary I dan Elizabeth I.
Mary menghantarkan Inggris kembali ke pelukan Katolik, sedangkan
Elizabeth memisahkannya sekali lagi, lalu menegaskan supremasi Gereja
Inggris lebih kuat lagi dengan membentuk Anglikan.
Armada Inggris di bawah pimpinan Francis Drake berhasil mengalahkan armada Spanyol pada periode Elizabethan. Setelah persaingan panjang dengan Spanyol, koloni pertama Inggris di Amerika akhirnya berhasil didirikan pada 1585 oleh penjelajah Walter Raleigh di Virginia
dan menamakannya Roanoke. Pemanfaatan koloni Roanoke ini gagal dan
dikenal sebagai "koloni yang hilang", koloni ini kemudian ditinggalkan
karena kurangnya persediaan makanan. Bersama East India Company, Inggris juga bersaing dengan Belanda dan Perancis di Timur. Struktur politik Inggris berubah pada tahun 1603 saat Wangsa Stuart, dengan rajanya James VI dari Skotlandia,
kerajaan yang menjadi musuh lama Kerajaan Inggris, mewarisi takhta
Inggris. James kemudian menciptakan persatuan personal antara Kerajaan
Inggris dan Kerajaan Skotlandia.
James menobatkan dirinya sebagai Raja Britania Raya, meskipun hal tersebut tidak diakui oleh hukum Inggris. Di bawah pemerintahannya, Alkitab Versi Raja James diterbitkan pada tahun 1611. Alkitab ini tidak hanya mengalahkan karya-karya Shakespeare
sebagai karya sastra terbesar dalam bahasa Inggris, namun juga menjadi
versi standar dari Alkitab yang paling banyak dibaca oleh umat Kristiani
selama empat ratus tahun.
Restorasi Inggris pada masa Raja Charles II berhasil memulihkan kembali monarki dan perdamaian setelah Perang Saudara Inggris.
Akibat posisi politik, agama dan sosial yang saling bertentangan, Perang Saudara Inggris terjadi antara para pendukung Parlemen dan pendukung Raja Charles I, yang masing-masingnya dikenal dengan sebutan Roundhead dan Cavalier. Perang ini adalah bagian dari rangkaian perang berkelanjutan yang dikenal sebagai Perang Tiga Kerajaan, yang juga melibatkan Skotlandia dan Irlandia. Pada akhirnya, parlemen berhasil menang, Charles I kemudian dieksekusi dan pemerintahan kerajaan diganti menjadi Persemakmuran Inggris. Pemimpin pasukan Parlemen, Oliver Cromwell, menobatkan dirinya sebagai Lord Protector pada tahun 1653. Setelah kematian Cromwell, putranya, Richard mengundurkan diri dan tidak bersedia menjabat sebagai Lord Protector. Kemudian, Charles II dipanggil kembali untuk menempati jabatan sebagai Raja Inggris pada tahun 1660. Pada masa Charles II, melalui Restorasi Inggris,
konstitusi kerajaan dirombak. Konstitusi baru ini menyatakan bahwa Raja
dan Parlemen harus memerintah Inggris bersama-sama, meskipun pada
kenyataannya parlemen akan memiliki kekuasaan yang lebih nyata.
Kebijakan ini disahkan dalam Undang-Undang Deklarasi Hak 1689.
Undang-undang ini juga menyatakan bahwa undang-undang hanya bisa dibuat
oleh Parlemen dan tidak bisa ditangguhkan oleh Raja, dan Raja tidak
diperkenankan memungut pajak atau menambah tentara tanpa persetujuan
dari parlemen. Dengan didirikannya Royal Society pada tahun 1660, ilmu pengetahuan di Inggris juga mengalami perkembangan yang pesat.
Kebakaran Besar London yang terjadi pada tahun 1666 menghanguskan sebagian besar kota London, namun dibangun kembali tidak lama sesudahnya.
Dalam Parlemen, dua faksi muncul sebagai kekuatan utama, yaitu Tory dan Whig. Tory merupakan pendukung kerajaan (royalis), sedangkan Whig beraliran liberal klasik. Faksi Tory pada awalnya mendukung James II. Namun, bersama Whig, kedua faksi ini kemudian berbalik menggulingkan takhta James dalam Revolusi Agung pada tahun 1688. Setelah jatuhnya takhta James, pangeran Belanda, William III, diundang untuk meneruskan takhta sebagai Raja Inggris. Di Skotlandia, muncul gerakan-gerakan yang menamakan dirinya sebagai Jacobites.
Gerakan ini menolak kepemimpinan William dan menginginkan takhta tetap
dipegang oleh keturunan dari James II. Setelah diadakan perundingan,
Parlemen Inggris dan Parlemen Skotlandia sepakat untuk menggabungkan
masing-masing kerajaan dalam sebuah kesatuan politik bernama Kerajaan Britania Raya pada tahun 1707.
Untuk menegaskan "persatuan politik" tersebut, lembaga-lembaga seperti
hukum dan gereja nasional di masing-masing kerajaan tetap terpisah.
Zaman kontemporer
Coalbrookdale by Night oleh Philip James de Loutherbourg, 1801. Suasana malam hari di Coalbrookdale pada masa
Revolusi Industri.
Di bawah Kerajaan Britania Raya yang baru terbentuk, peranan dari Royal Society yang dikombinasikan dengan sedang berlangsungnya era Pencerahan
di Inggris dan Skotlandia menghasilkan inovasi yang berkembang pesat
dalam bidang sains dan teknologi. Perkembangan ini selanjutnya membuka
jalan bagi terbentuknya Imperium Britania. Sedangkan di dalam negeri, hal tersebut memicu munculnya Revolusi Industri,
yaitu suatu periode terjadinya perubahan besar dalam bidang sosial
ekonomi dan kebudayaan di Inggris, menghasilkan sistem pertanian,
manufaktur, teknik, dan pertambangan yang terindustrialisasi serta
memelopori pembangunan jalan-jalan baru dan jaringan kereta api untuk
memfasilitasi revolusi ini.
Dibukanya Kanal Bridgewater di Inggris Utara pada tahun 1761 menghantarkan Inggris ke era kanal Britania. Pada tahun 1825, lokomotif uap kereta penumpang permanen pertama, Stockton and Darlington Railway, dibuka untuk umum.
Pada masa Revolusi Industri, banyak penduduk pedesaan di Inggris yang
pindah ke wilayah perkotaan untuk bekerja di pabrik-pabrik seperti London, Manchester, dan Birmingham. Kota-kota ini selanjutnya dijuluki sebagai "Kota Gudang" dan "Bengkel Dunia". Inggris berhasil mempertahankan kestabilan pemerintahannya saat Revolusi Perancis meletus. William Pitt menjadi Perdana Menteri Britania Raya pada usia 24 tahun saat pemerintahan George III. Saat terjadinya Perang Napoleon, Napoleon Bonaparte berencana untuk menyerang Inggris dari tenggara. Namun rencana ini gagal. Tentara Britania di bawah pimpinan Horatio Nelson berhasil mengalahkan Tentara Napoleon di laut. Sedangkan di darat tentara Napoleon juga berhasil dikalahkan di bawah pimpinan Arthur Wellesley. Perang Napoleon ini menumbuhkan konsep "Britishness" dan identitas nasional "British", bersama dengan orang-orang Skotlandia dan Wales.
The Cenotaph, Whitehall, memorial untuk mengenang Tentara Britania Raya yang gugur dalam Perang Dunia.
London menjadi kawasan metropolitan terbesar dan terpadat di dunia pada era Victoria, serta juga menjadi kota perdagangan paling prestisius dalam Imperium Britania. Pergolakan politik di dalam negeri memunculkan gerakan-gerakan seperti Chartisme dan Suffragette menyebabkan dilakukannya reformasi legislatif dan pemberlakuan hak pilih universal. Pergesekan kekuasaan di Eropa tengah dan timur mengakibatkan meletusnya Perang Dunia I. Ratusan ribu tentara Inggris tewas karena berjuang untuk Britania Raya sebagai bagian dari Blok Sekutu. Dua dekade kemudian, dalam Perang Dunia II, Inggris sekali lagi menjadi bagian dari Blok Sekutu. Pada akhir Perang Phoney, Winston Churchill
menjadi Perdana Menteri. Berkembangnya teknologi perang menyebabkan
banyak kota yang hancur akibat serangan udara dalam peristiwa The Blitz. Setelah perang usai, Imperium Britania menerapkan kebijakan dekolonisasi
terhadap negara-negara jajahannya. Perang juga menyebabkan pesatnya
perkembangan teknologi; automobil menjadi sarana utama transportasi dan mesin jet yang dikembangkan oleh Frank Whittle menyebabkan inovasi perjalanan udara menjadi lebih luas. Perusahaan-perusahaan nasional di Inggris dinasionalisasi, dan National Health Service
(NHS) didirikan pada tahun 1948. NHS Inggris menyediakan layanan
kesehatan yang didanai oleh pemerintah bagi semua warga Inggris secara
gratis sesuai kebutuhan, namun tetap dibayar melalui pajak umum. Dalam
bidang pemerintahan, reformasi pemerintahan daerah dilakukan pada pertengahan abad ke-20.
Sejak abad ke-20, terjadi perpindahan penduduk secara besar-besaran ke Inggris, sebagian besar berasal dari bagian lain Kepulauan Britania, tetapi juga ada yang berasal dari negara-negara Persemakmuran, terutama dari Asia Selatan. Sejak tahun 1970 juga terjadi perubahan besar dalam sektor manufaktur dan pertumbuhan sektor industri jasa. Sebagai bagian dari Britania Raya, Inggris bergabung dengan organisasi Masyarakat Ekonomi Eropa, yang selanjutnya menjadi Uni Eropa.
Pada akhir abad ke-20, pemerintahan daerah di Britania Raya mengalami
perubahan dengan diberikannya devolusi pada Skotlandia, Wales, dan
Irlandia Utara. Namun, Inggris tetap menjadi bagian dari yurisdiksi Britania Raya. Devolusi atau pelimpahan kekuasaan ini mendorong terbentuknya identitas "English" dan rasa patriotisme yang lebih kuat.
Akibatnya, tidak ada devolusi yang diberikan kepada Inggris, upaya
untuk menciptakan sebuah sistem serupa dalam hal pemerintahan daerah
juga ditolak dalam referendum.